Friday, November 30, 2012

Ketulusan Cinta

Lorong ini begitu gelap
Aku tak dapat melihat hal-hal di sekelilingku
Besar kah, luaskah, indahkah, burukkah lorong ini tak dapat kulihat karna begitu gelap
Tak ada setitik pun cahaya untuk menolongku melihat hal sekelilingku
Tak ada harapan
Jalannya terasa kasar, aku berlari untuk mencari pertolongan
Tetapi kerikil membuat kakiku terluka, keadaanku memburuk
Dinginnya lorong, membuatku semakin hilang harapan
Aku tahu hidupku akan berakhir sampai disini
Bagaimana mungkin aku dapat bertahan?
Darah terus mengalir
Suhu tubuh menurun, dingin semakin menjadi-jadi
Aku kehilangan tenagaku
Semakin lemah dan terus melemah
Keadaanku berada di ujung tanduk
Bintang Timur melihatku dan tersenyum bahagia
Telingaku menangkap canda tawa mereka yang begitu bergairah, mengetahui waktunya tidak akan lama lagi dan aku akan bertemu mereka.
Tidak hanya itu, keadaan begitu bising
Tangisan, jeritan, dan canda tawa bercampur menjadi satu
Jelas, penderitaanku adalah bahagia mereka
Semakin melemah dan terus melemah
Disitu aku mendengar derap langkah datang mendekat
Seorang Pribadi
Ia bercahaya, berlipat ganda lebih terang dari Sang Mentari
Ia memanggil namaku
Dengan lembut tetapi tegas
Ia merangkulku, mengangkatku dan mengendongku
Aku merasakan tanganNya yang kuat dan gagah mengendongku
Aku merasakan kehangatan kasihNya
Tak pernah ku rasa kasih seperti itu, tak pernah ku temukan cinta seperti itu
Sepanjang perjalanan kami, aku di pulihkan
Luka-lukaku di balutnya
Aku di urapi
Di beriNya nyanyian baru di hatiku
Tetap dalam keadaan yang sama, aku tak bisa memperhatikan keadaan sekelilingku
Tapi kali ini berbeda
Bukan karena lorong ini begitu gelap
Tetapi kecerahan Sang Pribadi membuat tempat itu begitu bercahaya
Di celikkanNya mataku
Aku mulai mengenali hal-hal di sekitarku
Aku melihat putera Fajar dan pasukannya bertelut
Tidak ada keberanian untuk menengadah
Ini adalah lorong yang begitu besar, begitu megah
Dinding lorong itu berdarah
Jiwa menangis, raga menjerit
Keadaan lorong ini begitu memprihatinkan
Ku arahkan pandanganku ke Sang Pribadi
WajahNya terlihat sedih, begitu sedih
Aku tau Ia sedang merasakan kesakitan
Ia memelukku erat, begitu erat
Ia menggendongku, kakiNya berdarah dan berbekas paku
Ku lihat kedua tangan kuat yang menggendongku
Bekas paku yang sama seperti yang terdapat pada kakiNya
Ku lihat, jauh ke belakang, berdiri sebuah salib
Tertulis namaku
Aku menangis, aku tersedu
Hatiku hancur
Kasih apakah ini?
Ini bahkan lebih dari ketulusan sebuah cinta sejati
Seharusnya aku yang di salibkan
Tapi ...
Pribadi ini, Ia gantikan tempatku
Seorang hina dan keji sepertiku
Terus melanjutkan perjalanan kami, tak satupun kata di keluarkanNya
Tetapi salib
Bekas paku pada tangan dan kaki
Wajah yang sedih
Ia sedang berbicara bahwa Ia mengasihiku



No comments:

Post a Comment